Sunday, January 23, 2011

Li

Pagi itu, aku berangkat sekolah melewati taman kota yang baru-baru ini dibangun. Entah kenapa setiap aku melewatinya, aku selalu melihat gadis kecil duduk di bawah salah satu pohon disana, di dekat bangku taman. Sudah tiga hari begitu, sepertinya gadis itu tidak pernah pergi dari sana. Tapi biarlah, aku, kan, tidak punya urusan dengannya. Aku cuma heran. Jadi, setiap aku melewatinya, aku hanya memperhatikannya sebentar saja, lalu pergi.

Pagi ini pun begitu, aku masih tetap melihatnya. Aku jadi penasaran apa yang  dilakukannya sekarang, setelah lebih dari seminggu aku melihatnya selalu duduk di tempat yang sama. Jadi, aku memutuskan untuk masuk ke taman, melewati pagar masuknya, lalu berjalan menuju arah gadis kecil itu.


Perlahan, aku mendekatinya, lalu menyapanya, 'Pagi adik?'
Gadis kecil itu menoleh padaku. Awalnya dia ketakutan, mungkin karena dia disapa orang yang tidak dia kenal, tapi ternyata dia juga menjawab sapaanku, 'Pagi juga kak'. Aku melihat ada senyum di wajahnya, aku diterima dengan senang hati sepertinya.
'Boleh aku duduk disini?'
'Tentu, aku jadi punya teman sekarang', jawabnya. Aku langsung mengambil tempat tepat disamping kanannya.
'Nama kakak, Ve. Nama adik siapa?'
'Nama kakak sama seperti nama kakakku, hehe. Namaku, Li', dia tertawa, senang mungkin namaku sama dengan kakaknya.
'Oh, pasti cuma kebetulan nama kami sama, hehe. Oh iya, kamu ngapain disini sendirian?'
'Aku cuma duduk, kak, sambil lihat langit. Nanti kalau matahari sudah terasa lebih panas dari yang tadi pagi sekali, aku pulang.'
'Kenapa lihat langit? Memang langitnya kenapa?,' aku penasaran.
'Kata kakak, matahari itu baik buat tubuh kalau pagi-pagi jam segini, biasanya kakak yang menemaniku duduk-duduk, dulu, disana, tapi sekarang tidak', dia menunjuk satu bangku diluar, seberang taman, dekat pohon apa-itu-namanya dan air mancur kecil milik kota, tempat yang pas untuk menjemur diri. Bangku itu sudah ada sebelum taman ini dibangun. Berarti belum lama ini dia pindah tempat duduk. Aku ingat dulu, sekitar sebulan yang lalu, aku melihat dua orang duduk disana, sambil tertawa-tertawa begitu. Aku tidak terlalu memperhatikan sih, lagipula sekali itu saja aku melihatnya, lainnya tidak, mungkin berseberangan waktu dengan mereka. Lagipula belum tentu gadis kecil ini dan kakaknya yang aku lihat, kan?
'Memangnya, kakakmu kemana Li?'
'Kakak sudah pergi, pastinya tidak akan pulang lagi'. Aku mengerti maksudnya sekarang, kakaknya pasti sudah tidak ada lagi.
'Maaf ya, kakak nggak tahu kalau begitu,' ujarku, menyesal.
'Nggak apa kok kak. Aku kangen sama kakak, makanya setiap hari aku duduk lihat langit. Karena kakak dulu pernah bilang, kalau kakak sudah tidak ada, aku harus tetap duduk seperti ini setiap hari, jadi aku tidak akan sakit seperti kakak.'
'Kakakmu pasti orang yang saaaaaaaaaaaaaaaangat baik', aku tersenyum, sengaja aku panjangkan kata 'sangat'-nya, karena aku pikir kakaknya pasti memang seperti itu.
'Kakak juga baik kok', lalu dia tertawa, tanpa sadar dia memelukku. Sedikit aneh, kami kan baru saja berkenalan. Tapi itu menyenangkan, rasanya seperti adikku sendiri, sayangnya aku tak punya. Jadi ya, aku balas memeluknya saja. Lalu, waktu setelahnya, kami gunakan ngobrol, apa saja. Tidak terasa, sudah 30 menit kami ngobrol. Mataharinya masih hangat, tapi waktu ku tidak banyak, aku harus pergi sekolah karena tiga puluh menit lagi jam 07.30. Aku bisa terlambat. Aku pamit pada adik kecil bernama Li itu, tersenyum lalu pergi keluar taman.

Besoknya, aku tidak sekolah, kebetulan sekali sekolahku libur dua hari, hari ini dan besok. Tidak tahu kenapa, aku tidak terlalu memperhatikan. Yang jelas, aku bisa bertemu dengannya, dengan Li. Sekitar jam 6.00, aku pergi ke taman, dia ada disana. Ya, kami mulai ngobrol seperti kemarin, seperti yang aku lakukan kemarin pagi sebelum berangkat sekolah. Sejak dua hari itu aku tahu, bahwa dia masih merasa kehilangan, masih tidak dapat menerima kepergian kakaknya, walau bagaimana pun dia masih kecil. Kalau aku masih seperti dia, aku pasti juga susah menerima kenyataan yang seperti itu.

Tanpa terasa, waktu berputar cepat. Hari ini, sudah hari ketiga belas kakaknya pergi dan aku ingin sekali menghapus rasa tidak rela itu dari dirinya. Kemarin, sebelum berangkat sekolah tepatnya, aku sudah buat janji dengan dia untuk bertemu di tempat biasa, sore ini. Aku yakin dia tidak akan ingkar. Benar, kan, dia datang. Sore itu aku menceritakan padanya, satu cerita. Setelah cerita itu selesai, dia tersenyum. Dia berkata akan merelakan kepergian kakaknya tanpa melupakannya. Lalu, dia memelukku, seperti waktu pertama kali bertemu dengannya. Ah, dia memang gadis kecil.

Oh iya, mau tahu cerita itu apa? Cerita itu tentang orang-orang zaman dulu, yang percaya bahwa setiap orang yang kita cintai dan diambil kembali oleh Tuhan pasti akan menjadi bintang dan bersinar terang dilangit. Meskipun ketika pagi hari kita tidak dapat melihat sinarnya, orang itu tetap memperhatikan kita, berdoa agar kita selalu baik-baik saja didunia dan akan tetap selalu menyayangi kita. Kita hanya tidak melihatnya karena bintang tidak terlihat pada jam-jam seperti itu. Padahal mereka tetap berada didekat kita. Jadi, kita tidak boleh terlalu bersedih, kita tidak boleh terus-terusan menangis, apalagi tidak ikhlas dengan kepergiannya. Orang itu akan baik-baik saja kok, karena Tuhan selalu menjaganya. Kalau kita merindukannya, kita bisa melihat langit di malam hari. Coba cari bintang, bintang paling terang dan terus berkedip-kedip pastilah orang yang kita cintai, dia hanya ingin memberi tahu bahwa dia merindukan kita, meski dengan cara yang berbeda.

Azmi, Januari 2011
Untuk tugas bahasa, dengan sedikit perbaikan. Ini file lama, aku menulisnya ketika duduk di bangku kelas sembilan.

No comments:

Post a Comment